Buserbhayangkara.com, JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Abdul Muhaimin Iskandar mengatakan, pelambatan ekonomi pada triwulan II 2020 yang -5,32 persen tampaknya sudah menjadi lampu merah buat pemerintah. Ia menegaskan, jika tidak hati-hati dan tidak segera mengambil langkah-langkah tepat dan strategis dalam pemulihan ekonomi, maka tidak menutup kemungkinan ekonomi Indonesia akan masuk resesi.
“Tantangan yang harus kita lakukan adalah segera melakukan terobosan-terobosan dalam menggerakkan ekonomi sehingga kita semua mampu membalikkan pelambatan menjadi pertumbuhan,” ucap pria yang akrab disapa Gus Ami itu dalam keterangan persnya, Rabu (12/8/2020).
Gus Ami memaparkan, Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat bahwa konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi salah satu penyangga dan penggerak pertumbuhan ekonomi telah terkontraksi atau mengalami pelambatan 6,51 persen. Di sisi lain, tabungan masyarakat di perbankan nasional justru meningkat, dimana kelas menengah yang jumlahnya sekitar 115 juta merasakan ketidakpastian sehinga mereka menyimpan uang mereka di bank. Ini jelas sesuatu yang paradoks.
“Salah satu langkah yang harus dilakukan pemerintah untuk menggerakkan perekonomian nasional adalah melalui penciptaan lapangan kerja. Di sinilah saya kira pemerintah harus benar-benar memperhatikan nasib UMKM di masa pandemi ini,” tegasnya.
Menurutnya, UMKM yang saat ini jumlahnya mencapai 64 juta ini adalah sektor yang paling terdampak saat pandemi covid 19 ini. Pemerintah perlu memperhatikan nasib UMKM karena selama ini UMKM telah menjadi penyangga masalah ketenagakerjaan di Indonesia.
Ia menyatakan, UMKM telah mendonorkan tenaga kerja yang tidak sedikit sehingga ia mampu meningkatkan konsumsi rumah tangga yang merupakan penopang utama pertumbuhan ekonomi. “Jangan lupa, selama ini UMKM telah menjadi katub pelampung masalah ketenaga kerjaan. Di saat ekspor terbatas, maka tumpuan utama adalah usaha di dalam negeri dan itu adalah sektor UMKM,” tandas politisi Fraksi PKB tersebut.
Karena itu, sambung Gus Ami, saat pandemi, dimana seluruh sektor ekonomi bergerak lambat, maka hanya ada satu cara yang bisa dilakukan yakni fokus pada pengembangan sektor yang mampu memberi efek pada orang banyak dan menciptakan lapangan kerja. Maka kehadiran negara untuk betul-betul memperhatikan sektor UMKM melalui stimulus-stimulus serta kebijakan yang berpihak pada mereka menjadi sesuatu yang tak bisa ditawar.
Lebih lanjut Muhaimin Iskandar menuturkan, pilihan terhadap strategi pengembangan UMKM sehingga mampu menyerap tenaga kerja yang berkualitas menjadi keniscayaan. Hal ini karena dalam sejarah UMKM lah sebagai sektor yang mampu bertahan di saat krisis. UMKM terbukti mampu menangkal dampak buruk krisis global.
Selama ini UMKM menjadi tumpuan sebagian besar tenaga kerja di Indonesia karena beberapa hal, antara lain yaitu selain keberadaanya tidak memerlukan modal banyak dan mensyaratkan keterampilan tinggi, ia juga tidak membutuhkan perizinan yang berbelit. UMKM juga tumbuh dan dikehendaki masyarakat sendiri sehingga ia menjadi pilihan terbaik yang diambil. Kehadiran UMKM juga merupakan bentuk nyata partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
“Di tengah pandemi, di saat ekonomi kita tumbuh minus, saat pemerintah berupaya menggenjot penciptaan lapangan kerja berkualitas, maka tak ada pilihan lain selain negara harus hadir memperhatikan nasib UMKM, serta memberi daya dukung sehingga mampu bertahan dan eksis,” imbaunya.
Di masa pandemi dan lambatnya pergerakan ekonomi, lanjut Muhaimin, dukungan yang bisa berikan pemerintah bisa melalui berbagai cara. Selain tentu melalui stimulan-stimulan yang mampu memberi daya hidup terhadap keberadaan UMKM, perhatian pemerintah juga bisa diwujudkan melalui penciptaan program-program yang mampu mendorong inovasi UMKM. Salah satu yang bisa dilakukan adalah mendorong para UMKM ini untuk masuk pasar digital.
“Di era ekonomi digital ini, UMKM-UMKM mau tak mau harus didorong untuk masuk pasar digital. Ceruk pasar ini masih terbuka sangat lebar. Dari sekitar 60 jutaan UMKM di Indonesia, baru sekitar 3,379 juta UMKM yang masuk pasar digital. Artinya baru sekitar 8 persenan,” imbuh Gus Ami.
Ia juga menyampaikan, komitmen pemerintah dalam soal fiskal dalam konteks penanganan Covid-19 dan pencegahan pelambatan ekonomi sebenarnya sudah cukup dominan. “Berbagai skema perlindungan sosial juga sudah dilahirkan. Hanya yang diperlukan saat ini adalah kecepatan dan ketepatan sasaran dalam penyaluran berbagai bantuan sosial. Kecepatan dan ketepatan ini penting agar depresi ekonomi bisa dihindari. Muaranya, memburuknya kemiskinan dan ketimpangan sosial akibat pandemi bisa diminimalisir,” pungkasnya. (RED /BHM)